Mama

Mataku melotot mengurutkan setiap sushi yang berputar di atas conveyor belt di Kaitenzushi itu. Aku kurang menyenangi masakan Jepang. Tapi malam ini beda, aku makan bareng teman-teman satu pelatihan. Iya, hari ini hari terakhir kami berkumpul di satu kelas pelatihan setelah 10 hari bersama-sama senasib seperjuangan.

Saat mataku tertuju pada satu hikarimono, nampak samar-samar di seberang meja sosok cewek cantik berambut panjang. Dia nampak serius memperhatikan setiap piring yang berjalan memutar di atas conveyor belt itu. Dia adalah sesosok wanita yang sederhana. Kulitnya yang putih dan segar, bagaikan melati yang baru mekar. Bibir tipisnya terpoles merah muda dengan polesan buatan manusia. Bulu matanya yang lentik menampakan pesona yang mengagumkan. Dia memiliki rambut yang begitu indah sehingga membuat aku bermimpi seolah-olah aku berbaring dan memandangnya, memilinnya dalam cahaya yang masuk dari pintu yang terbuka. Rambut indahnya itu bahkan bersinar di waktu malam seperti air yang kadang bersinar tepat sebelum siang hari.

Sekonyong-konyong seorang gadis kecil imut cantik merapat ke pinggangku. Jemari kecilnya memegang erat tanganku. Gadis kecil itu mengangguk dan kepalaku menunduk mendengarkannya berbisik “Hayo pa, jangan lama-lama bersedih. Aku mau mama seperti dia”.

3 thoughts on “Mama

Leave a comment